Adalah Cornelis Chastelein, kelahiran Perancis 10 Agustus 1657, berkebangsaan Belanda, putra bungsu dari pasangan Anthony Chastelein (Perancis) dengan Maria Cruidenar, putri walikota Dordtrecht (Belanda). Di usia 17 tahun pada tanggal 24 Januari 1674, Cornelis Chastelein, mengawali pengembaraannya. Dengan kapal laut melalui Tanjung Pengharapan selama 8 bulan, Cornelis Chastelein, berlabuh di Batavia (Jakarta), Hindia Belanda (Indonesia).
Selanjutnya, dia bekerja pada VOC sebagai seorang akuntan, dan menjadi anggota Dewan Hindia Belanda. Namun, karena tidak sepaham dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Willem van Outhorn, yang menggantikan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Johannes Camphuys, pada tahun 1691, maka pada tahun 1692, Cornelis Chastelein, mengundurkan diri dari VOC. Setelah mengundurkan diri dari VOC, Cornelis Chastelein, berwiraswasta. Melihat kebersihan dan kejernihan Sungai Ciliwung, Cornelis Chastelein, membeli tanah disekitar Sungai Ciliwung tersebut dari Pemerintah Hindia Belanda, seluas 1.249 Ha dengan harga 700 ringgit. Tanah yang dibelinya itu, terletak diantara wilayah Batavia (Jakarta) dengan Buitenzorg (Bogor) dengan maksud untuk membuka usaha pertanian, peternakan, persawahan dan perkebunan. Tanah yang dibelinya itu merupakan Tanah Partikulir yang terlepas dari kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda (Het Gemeente Bestuur van Het Particuliere Land Depok). Untuk dijadikan sebagai pekerja, Cornelis Chastelein mendatangkan 150 orang budak yang dibeli dari raja-raja di Bali, Sulawesi Selatan, Timor, Nusa Tenggara Timur dan dari raja-raja lainnya di wilayah Timur Hindia Belanda. Sebelum meninggal dunia pada tanggal 28 Juni 1714, Cornelis Chastelein membuat Het Testament atau Surat Wasiat.
Jonathans
Laurens
Bacas
Loen
Soedira
Isakh
Samuel
Leander
Joseph
Tholense
Jacob
Zadokh
ASAL USUL PONDOK CINA
Dulu, Pondok Cina hanyalah hamparan perkebunan dan semak-semak belantara yang bernama Kampung Bojong. Awalnya hanya sebagai tempat transit pedagang-pedagang Tionghoa yang hendak berjualan di Depok. Lama kelamaan menjadi pemu****n, yang kini padat sebagai akses utama Depok-Jakarta. Kota Madya Depok (dulunya kota administratif) dikenal sebagai penyangga ibukota. Para penghuni yang mendiami wilayah Depok sebagian besar berasal dari pindahan orang Jakarta. Tak heran kalau dulu muncul pomeo singkatan Depok : Daerah Elit Pemu****n Orang Kota
menjelang subuh orang-orang keturunan Tionghoa tersebut bersiap-siap untuk berangkat ke pasar Depok.” Kampung Bojong berubah nama menjadi kampung Pondok Cina pada tahun 1918. Masyarakat sekitar daerah tersebut selalu menyebut kampung Bojong dengan sebutan Pondok Cina. Lama-kelamaan nama Kampung Bojong hilang dan timbul sebutan Pondok Cina sampai sekarang.
ASAL USUL MARGONDA
Margonda yang kini menjadi nama jalan protokol dan pusat bisnis di Depok itu tidak diketahui persis asal muasalnya. Konon, nama itu berasal dari nama seorang pahlawan yang bernama Margonda. Keluarga yang mengklaim sebagai anak keturunan Margonda sendiri (di Cipayung, Depok) sampai sekarang belum dapat memberikan informasi mengenai sepak terjang atau lokasi makam Margonda. Yang jelas, nama Margonda kini identik dengan Depok. Sebut saja “Margonda”, maka pasti orang akan mengasosiasikannya dengan “Depok”, beserta segala hiruk-pikuk aktivitasnya yang kian terus berkembang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar